Beberapa minggu yang lalu, tepatnya pada pertemuan
ke-3 di kelas saya, saya memberikan tugas individu kepada seluruh mahasiswa
untuk kembali menggali nilai-nilai nasioanal sebagai identitas dan jati diri
dari suatu negara yang bernama Indonesia. kenapa tugas itu saya berikan,
alasanya adalah saya prihatin tentang pengimplementasian nilai-nilai nasional
di masa millenial ini. Saya khawatir karena dengan adanya perubahan dan
teknologi yang semakin modern ini, semangat dan nilai nasionalisme di kalangan
remaja semakin terkubur dan menghilang oleh pembaruan yang ada. Singkatnya,
waktu berlalu dan deadline sudah tiba.
Dalam tugas mahasiswa yang saya baca, ada beberapa hal
menarik yang diceritakan oleh mahasiswa saya. Pada kalimat pembuka, hal ini
menyiratkan suatu pengakuan sekaligus kebanggaan dari identitas yang di
milikinya. Dia merupakan warga keturunan china tionghoa yang tinggal di daerah
Kelapa Gading, Jakarta utara. Meskipun bukan asli dari etnis tionghoa, tetapi tetap
saja sama. Sama-sama warga Indonesia dan sebagai penyusun dari identitas
nasioanal yang ada.
Salah satu ciri khas
masyarakat tionghoa di Kelapa Gading yang paling kental adalah dari sisi social ekonominya. Mengapa social
ekonomi, karena hampir sebagaian besar warga melakukan kegiatan usaha dagang
baik kecil, menengah ataupun dalam skala besar. Hal tersebut tidak terkecuali
dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya. Dengan jenis kegiatan multiniaga
yang di yakini sebagai jalan hidupnya menjadikan mereka berlomba-lomba dalam
menjemput harapan dan kesuksesan itu. Berikutnya dari gaya dialeg dan
sosialisasi dengan warga sekitar. Gaya dialeg yang dilakukan oleh warga etnis
tionghoa dalam kesehariannya sebenarnya tidak jauh berbeda dari masyarakat
umumnya, hanya saja ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyepakati arti
dan komunikasi yang dilakukan. Seperti misalnya penggunaan istilah panggilan
sanak saudara, penyebutan nilai nominal, urutan kata dan banyak yang lain.
Dengan begitu orang awam pun mengenali bahwa dari istilah dan gaya dialeg yang
digunakan adalah gaya dialek masyarakat tionghoa di sana. Meskipun secara
social ekonomi dan dialeg berbeda, tetapi untuk masalah kerukunan dan kehidupan
social di sana sama. Sama-sama membaur dan melengkapi satu sama lainnya.
Setelah mengulas sedikit sisi social ekonominya, warga
keturunan tionghoa pun juga memiliki kebiasaan yang menarik.yaitu perayaan hari
raya imlek. Berdasarkan kepercayaan, setiap shio seperti shio kelinci, shio sapi,
shio babi, shio kambing tersebut memiliki keuntungan (hoki) masing-masing di setiap tahunnya.
Contohnya, tahun ini adalah tahun ayam. Maka hiasan-hiasan di angpao dan di
tempat-tempat yang merayakan Imlek akan dihiasi dengan gambar ayam. Selain itu, beberapa hari
sebelum perayaan imlek, jalanan di kelapa gading dan pusat perbelanjaan sudah
di hiasi
dengan hiasan khas cina, seperti pohon yang tidak bertumbuh buah tetapi
tergantung amplop angpao di dahannya, lampion merah, dan hiasan-hiasan lain
dengan dominan warna merah. Tidak
juga ketinggalan makanan-makanan yang sering dibeli saat
imlek, yaitu kue bulan, dodol cina, dan jeruk mandarin. Biasanya
makanan-makanan tersebut untuk diberikan kepada saudara atau tetangga. Umumnya ketika perayaan berlangsung, semua masyarakat menggunakan
baju khas tradisional
cina yaitu berwarna merah menyala.
Bukan tanpa alasan mereka memilih warna merah. Warna
merah bagi masyarakat tionghoa memiliki arti sebagai symbol keberuntungan dan
kebahagiaan. Dengan begitu mereka berharap nasib baik akan menghampirinya
setiap tahun. Sama seperti hari raya yang lain, perayaan hari raya imlek juga
tidak hanya sekedar sebagai pengharapan atas nasib baik yang ingin di carinya,
tetapi juga membahas tentang bentuk komunikasi dan berinteraksi antara sanak, saudara
yang lain yang sudah lama tidak bertemu.
Meskipun secara umum terdapat perbedaan di lingkungan
tempatnya tinggal, tetapi hal tersebut tidak menjadikan perpecahan antara satu
dengan yang lainnya. Terbukti dari hasil pengamatan yang di lakukannya ternyata
nilai-nilai persatuan, kesadaran masing-masing individu, aktifitas sosialnya
masih terjaga dalam menjalankan kehidupannya. Dari sini saya bisa menilai bahwa
point yang sengaja di munculkan oleh mahasiswa saya adalah meskipun berbeda
baik dari segi dialeg, Bahasa, etnis, budaya dan agama tetapi kehidupan di sana
masih tetap sama yaitu kehidupan yang beriklim Indonesia, dan ini menjadi
gambaran nyata dari identitas local yang masih tetap eksis meskipun perubahan
zaman menjadi prioritas utama namun tidak melunturkan perbedaan yang kita
punya. INDONESIA….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar